Beton jadi bahan bangunan yang sangat tidak ramah lingkungan, karena mengeluarkan gas rumah kaca tingkat tinggi. Untuk mengatasi masalah ini ilmuwan Australia mengembangkan invasi beton rendah karbon. Caranya dengan menggabungkan puing-puing konstruksi daur ulang dan limbah dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Rabu.(9/3).
Beton ini direkomendasikan untuk digunakan di wilayah zona gempa di negara-negara seperti Jepang dan Selandia Baru, termasuk juga Indonesia. “Kualitasnya memiliki efek besar terhadap ketahanan infrastruktur kita seperti bangunan, jembatan, dan terowongan,” ujar Nematollahi.
Beton konvensional tidak hanya rentan hancur ketika diregangkan atau ditekuk, tapi juga menghasilkan jejak karbon yang sangat besar. Hal ini terjadi karena produksi semen melibatkan pemanasan batu kapur hingga suhu yang sangat tinggi, yang melepaskan karbon dioksida.
Penggunaan limbah industri pembangkit listrik membuat material beton ini tergolong ramah lingkungan. Tim menggunakan abu sisa pembakaran yang rendah kalsium, dipasok dari pembangkit listrik Gladstone di Queensland, Australia, plus dua jenis produk sampingan seperti kaca yang dibentuk dalam peleburan dan pengelasan.
Produksi beton lentur ini membutuhkan sekitar 36 persen lebih sedikit energi. Sebaliknya melepas karbon dioksida hingga 76 persen lebih sedikit dibandingkan dengan metode beton fleksibel lainnya.
Dimasukkannya serat polimer pendek dalam campuran sejenis serat berbahan kimia sintetis, menciptakan banyak retakan seukuran rambut saat diletakkan di bawah tekanan untuk mencegahnya pecah. Tim merinci beton berkelanjutan mereka dalam jurnal Constructiom and Building Materials.
“Beton adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan di dunia. Kenyataannya, itu adalah bahan yang paling banyak dikonsumsi manusia setelah air,” kata Nematollahi.
sumber: DWIndonesia
jurnalis: alam