Sidoarjo- Sistem demokrasi menganut prinsip kebebasan, siapa saja bisa menjadi pemimpin dan berada di lingkungan parlemen atau menjadi eksekutif. Selagi memiliki suara rakyat, tanpa melihat laki-laki atau perempuan, maka bisa menjadi pemimpin dan duduk di parlemen. Ketika laki-laki mendominasi di dalam legislatif, maka kemungkinan besar akan timbul sebuah sistem sosial yang disebut patriarki. Sistem patriarki dalam dunia politik bisa saja terbentuk. Pasalnya, dalam sistem demokrasi rakyat lah yang menjadi penentu. Indonesia telah lama mengesahkan Undang-Undang terkait dengan Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan. Tepatnya dalam UU No. 68 Tahun 1958. UU tersebut mengatur terkait perwujudan kesamaan kedudukan atau non diskriminasi jaminan, persamaan hak memilih dan dipilih.
Dalam buku Ade Irma Sakina, Dessy Hasanah Siti A. (2017). “Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia”, disebutkan bahwa Patriarki berasal dari kata patriarkat, berarti struktur yang menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala-galanya. Sementara dalam buku Bressler, Charles E, “Literary Criticism: An Introduction to Theory and Practice 4th-ed” yang mana patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominas dalam peran kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti.
Landasan yang kuat juga ada dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 H Ayat (2) yang menyatakan “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Jika dilihat dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD menyatakan: Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Juga dalam UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%. Pasal 6 ayat (5) UU tersebut menyatakan bahwa: Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus)”.
Kaum perempuan diharapkan bisa dipercaya dan diberi kesempatan untuk bisa duduk di legislatif, sehingga nantinya bisa tercipta sebuah sistem yang seimbang. Harapannya agar bisa mengeksplorasi dan mengimplementasikan kemampuan maupun karakter dari perempuan itu sendiri. Dengan begitu, melalui kepemimpinan perempuan bisa mensejahterahkan masyarakat melalui caranya. (noe)
@pemkabsidoarjo @ahmadmuhdlorali @h_subandi_sh @dprd.sidoarjo @sasha.budi @khofifah.ip @emildardak @ericahyadi_@htanoko @mimikidayana @jokowi @prabowo
#beritasidoarjo #sidoarjo #bupati #bupatisidoarjo #infosidoarjo #seputarsidoarjo #dolansidoarjo #perkembangansidoarjo #infolintassidoarjo #netizenpositif #pembkabsidoarjo #sidoarjosehat #sidoarjo #Positif #tvsidoarjo #netizen #berita #news #populer #terkini #terupdate #tercepat #viral #publikasi