Didesak DPR Revisi Permendikbud 30, Nadiem Tegaskan Masih Tampung Aspirasi
Sidoarjo – Mentri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menyebutkan bahwa masih membutuhkan waktu yang sangat matang untuk menjaring berbagai masukan mengenai Permendikbud 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.
“Kita butuh waktu untuk mendengar berbagai macam pihak. Jadi kami mohon kesabaran dan waktu untuk menyerap semua pandangan,” kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi Pendidikan DPR, Rabu, 1 Desember 2021.
Nadiem Makarim menyebutkan bahwa saat ini hingga beberapa bulan kedepan masih akan memastikan semua aspirasi atau masukan mengenai Permendikbud 30 yang seimbang. Aspirasi itu, kata Nadiem, tidak hanya dari ormas keagamaan, tetapi juga rector dan mahasiswa. “Apapun revisi perubahan atau pendapat kita ingin dapatkan yang seimbang,” kata dia.
Dalam rapat kerja itu, sejumlah fraksi meminta Nadiem mencabut atau merevisi Permendikbud Nomer 30 Tahun 2021. Dari Fraksi meminta Nadiem mencabut atau merevisi Permendikbud Nomer 30 Tahun 2021. Dari Fraksi Gerindra, misalnya, Djohar Arifin Husin menilai frasa ‘tanpa persetujuan korban’ berpotensi melahirkan modus baru dan melindungi mereka yang memiliki rasa suka akan seks bebas atau suka sama suka sesame jenis.
“Jelas orang tua khawatir anaknya pergi ke kampus bisa berbuat macam-macam, padahal agama manapun melarang itu berzina. Tapi di peraturan diperbolehkan kalau suka sama suka. Ini mengerikan sekali,” kata Djohar.
Dari Fraksi PKB, An’im Falachuddin Mahrus, menyatakan bahwa dukungannya terhadap Permendikbud 30. Namun, ia meminta ada revisi pada frasa ‘tanpa persetujuan korban’ yang dinilai berbau nilai-nilai barat.
Pasalnya, menurut dia, di negara barat frasa tersebut digunakan karena di negara barat menganggap bahwa masalah kekerasan seksual sebagai masalah pribadi. Sementara di Indonesia, kata dia, bukan pribadi saja yang menjadi korban namun bisa keluarga korban maupun warga semarga.
“Persetujuan korban tidak boleh kita telan mentah-mentah karena ini budaya barat, bukan timur. Apalagi di Indonesia mayoritas muslim. Saya setuju persetujuan korban tidak dicantumkan di sini. Kita kembalikan saja pada UU yang ada,” ucap Falachuddin soal Permendikbud 30 tentang kekerasan seksual di kampus.