TVSidoarjo – Komisaris PT. Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat menjalani sidang pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/12) kemarin.
Dalam pledoi kliennya, tim kuasa hukum yang diwakili oleh Kresna Hutauruk menyesalkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memberikan tuntutan hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi PT. Asabri.
Kresna menyebutkan, tuntutan mati oleh JPU dinilai menyimpang, sebab sejak awal JPU tidak pernah mencantumkan Pasal 2 ayat (2) dalam surat dakwaannya. Padahal jelas surat dakwaan adalah acuan dan batasan dalam Persidangan Perkara ini sebagaimana Hukum Acara Pidana.
“Tuntutan JPU bahwa perkara ini adalah Pengulangan Tindak Pidana sangat keliru, karena tempus perkara ini adalah 2012-2019, sebelum Pak Heru dihukum di kasus PT. Asuransi Jiwasraya. Sedangkan yang dimaksud Pengulangan Tindak Pidana adalah Tindak Pidana yang dilakukan setelah seseorang divonis, sehingga jelas perkara ini bukan Pengulangan Tindak Pidana,” kata Kresna saat membacakan pledoi.
Menurut Kresna, dakwaan JPU yang menyebutkan bahwa Heru Hidayat menikmati uang sebesar Rp12 triliun lebih adalah keliru. Sebab dalam perkara ini, JPU tidak pernah dan tidak mampu membuktikan adanya aliran uang sebesar itu kepada kliennya. “Tidak ada saksi ataupun bukti surat yang menunjukkan adanya aliran uang sebesar yang disebutkan itu kepada klien kami, sehingga bagaimana mungkin klien kami menikmati uang sebesar itu kalau tidak ada aliran uangnya,” tegasnya.
Disinggung soal tuduhan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp22 triliun dalam perkara ini juga sangat tidak tepat karena para Ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjelaskan angka kerugian sebesar itu muncul karena BPK hanya menghitung uang yang keluar dalam investasi Asabri pada saham dan reksadana periode 2012-2019, tanpa menghitung keuntungan dan yang masuk ke Asabri dalam investasi saham serta reksadana periode 2012-2019.
“JPU dan BPK mengabaikan fakta persidangan bahwa sampai saat ini Asabri masih memiliki saham dan unit penyertaan reksadana periode 2012-2019, dimana saham dan reksadana tersebut masih bernilai dan nilainya terus bergerak,” ungkap Kresna.
Lebih lanjut ia mengharapkan, majelis hakim memutus perkaranya dengan adil. “Tentunya kami berharap agar Majelis Hakim dapat memutus perkara ini sesuai dengan koridor hukum dan fakta persidangan sehingga menghasilkan putusan yang seadil,-adilnya,” sambung Kresna.
Selain tuntutan pidana hukuman mati, Heru Hidayat juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226 atau Rp12,6 miliar dengan ketentuan jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Seperti diketahui, Heru Hidayat dituntut melanggar melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan kedua primair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sumber : jawapos.com
Jurnalis : DIM