Pilih mana Cheetah atau kukang?
Cheetah termasuk salah satu hewan tercepat di dunia. Kecepatan larinya sampai 104 km/jam atau lebih. Bila memburu hewan lain, dia jarang meleset karena kecepatannya. Sedangkan kukang, digolongkan hewan paling lambat di dunia. Kecepatannya tidak lebih dari 2 km/jam. Begitu lambatnya sehingga kalau misalnya kukang menyeberang jalan selebar 4 meter, maka mobil harus menunggu lima menitan.
Dari segi kecepatan, jelas cheetah unggul dibanding kukang. Namun apakah itu sebuah keunggulan? Tergantung sudut pantau masing-masing. Sangat relatif sifatnya. Belum tentu yang lambat itu unggul, apalagi bila dipertimbangkan apa makanan yang dikonsumsinya.
Cheetah membutuhkan hewan buruan yang juga kecepatan larinya tinggi. Misalnya saja kijang. Dia harus mengerahkan tenaga yang besar untuk hidup dan belum tentu juga setiap hari menemukan santapannya dengan mudah. Terkadang harus berpuasa berhari-hari.
Sedangkan kukang, makanannya sederhana: daun pepohonan. Otomatis dia mudah hidup karena santapannya berlimpah ruah di hutan. Dia tidak perlu sengsara akibat kecepatannya berjalan sangat amat lambat. Dimana-mana banyak pohon. Asalkan mau sedikit usaha, maka ada rezeki untuk sekedar bertahan hidup. Kukang, oleh sebab itu lebih “kaya” dibanding cheetah.
Dengan usia yang relatif sama dan ancaman hidup yang juga ada pada masing-masing spesies, kita tidak bisa langsung menyimpulkan mana yang lebih unggul. Keunggulan adalah soal perspektif bagaimana kita memandangnya. Apalagi apabila merenungkan soal “kecepatan” dan “waktu”.
Kembali ke manusia….
Saya ingat pemikir Perancis, Henri Bergson saat menjelaskan bahwa waktu sejatinya adalah “duree” –lamanya– untuk membedakan dengan waktu dalam pemahaman umum atau temps. Dengan memahami duree tanpa terpengaruh dengan konsep ruang, manusia dapat memperoleh kesadarannya.
Konsep kehendak bebas menurut Bergson termuat unsur intuisi, Intensitas dan “duree” tersebut. Kesadaran, oleh karena itu bisa dicapai apabila secara intuitif dalam ketelitian mengamati sesuatu hal tanpa mempertimbangkan seberapa cepat dan lambatnya kita. Waktu itu mutlak urusan psikologis, mental dan rasa. Bukan soal jam dinding yang berdetak di tembok. Atau soal bumi yang mengelilingi matahari.
Di dalam kesadaran akan sesuatu maka kita ada untuk memaknai hidup. Kesabaran menjalani proses tahap demi tahap itulah bukti kesempurnaan makhluk yang bernama manusia ini. Maka pilihannya sekarang, kita ingin bermakrifat seperti Cheetah atau Kukang? Semua sama-sama butuh proses perjuangan dan setiap yang bernyawa sudah “given” dengan DNA-nya masing-masing. Monggo dikenali diri sendiri agar nanti bisa mengenali yang menciptakan pertama kali, insya alloh “man arofa nafsahu faqod arofa robbuhu”. Amin.
Wildan