Konsep ruang publik sangat penting dipahami bersama karena di situlah medan “pertempuran” berbagai kepentingan masyarakat, ekonomi, dan politik. Oleh sebab itu, prosedur yang mengikat perilaku manusia dalam ruang publik itu harus diperoleh dengan cara-cara yang bersifat komunikatif, yakni pembicaraan bersama yang terbuka dan bebas tekanan.
Saya kira, inilah inti pembangunan daerah yang sesungguhnya. Sebab, persoalan manusia –meminjam logika Jurgen Habermas — adalah bagaimana memperoleh rasionalitas komunikatif , yaitu syarat-syarat yang memungkinkan komunikasi rasional antar individu dan budaya yang berbeda.
Kita semua berharap adanya suatu rasionalitas yang sama bagi semua peserta dialog sebagai syarat komunikasi. Bagaimana rasionalitas semacam ini didapatkan? Tentu dengan cara mengungkapkan secara langsung ke taraf teoritis keterampilan intuitif prateoritis yang biasanya mendasari tiap tindakan berbicara, menilai, memahami dan tentu saja bertindak.
Jadi, terjadinya ruang publik mensyaratkan komunikasi yang egaliter. Podo mangan segone, kabeh podo dihormati. Podo derajate, podo mbecake.
Keberhasilan dan kemajuan daerah, oleh karena itu diukur bukan dari seberapa besar sejahtera warga masyarakatnya (yang ukurannya tentu sangat subyektif) tapi pada bagaimana warga Sidoarjo bisa saling memahami kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Dalam banyak kesempatan, Bupati Gus Muhdlor @ahmadmuhdlorali telah melakukan komunikasi itu. Dan itulah sebenarnya tujuan pembangunan. Bahkan tujuan hidup manusia, sebab bukankan tujuan hidup adalah ibadah? Dan ibadah adalah pengabdian hamba kepada Nya, dan pengabdian tidak berhasil tanpa adanya KOMUNIKASI (doa) intensif langsung kepada NYA semata. Dan Tuhan pun, kita semua paham sangat egaliter kepada manusia….